Foto: Lukisan Wiji Thukul (sumber: https://www.intersastra.com/puisi-poetry/wiji-thukul). |
1. PERINGATAN
Karya Wiji Thukul
jika rakyat pergi
ketika penguasa pidato
kita harus hati-hati
barangkali mereka putus asa
kalau rakyat sembunyi
dan berbisik-bisik
ketika membicarakan masalahnya sendiri
penguasa harus waspada dan belajar mendengar
bila rakyat tidak berani mengeluh
itu artinya sudah gawat
dan bila omongan penguasa
tidak boleh dibantah
kebenaran pasti terancam
apabila usul ditolak tanpa ditimbang
suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata: lawan!
Solo, 1986
--------------------------------------------
2. DALAM KAMAR 6 X 7 METER
Karya Wiji Thukul
mimpi-mimpi bagusku kubunuh dengan kenyataan
tinggal tubuh kurus kering dan cericit tikus
ketika kuterbaring tidur di tikar dan bantal
yang banyak bangsatnya
tak seluruh mimpi-mimpi itu sirna
tersisa juga yang sederhana:
alangkah bahagia aku andai sudah bisa beli
minyak tanah dan menyalakan lampu teplok
lalu membaca buku sampai malam larut dan menulis
alangkah bahagia aku andai sudah beli kompor
dan masak supermi ketika lapar
alangkah bahagia aku andai sudah bisa menggaji ibu
membeli baju baru bagi adik-adik ketika lebaran
rokok buat bapak dan lain-lain
lapar memang memalukan!
(tiba-tiba aku mendengar jutaan nyawa saudaraku yang
karena lapar menjadi copet, lonte dan gelandangan
tiba-tiba aku merasa lebih kaya tinimbang mereka
rumah punya, nyewa tak apa
makan bisa hutang kiri-kanan
minum tersedia air sumur umum).
justru hari inilah
ketika aku lapar sendiri dalam kamar 6 x 7 meter
di sini ini
aku bersyukur masih sempat nulis puisi
aku bersyukur masih sempat nulis puisi
--------------------------------------------
3. BUNGA DAN TEMBOK
Karya Wiji Thukul
seumpama bunga
kami adalah bunga yang tak
kaukehendaki tumbuh
engkau lebih suka membangun
rumah dan merampas tanah
seumpama bunga
kami adalah bunga yang tak
kaukehendaki adanya
engkau lebih suka membangun
jalan raya dan pagar besi
seumpama bunga
kami adalah bunga yang
dirontokkan di bumi kami sendiri
jika kami bunga
engkau adalah tembok
tapi di tubuh tembok itu
telah kami sebar biji-biji
suatu saat kami akan tumbuh bersama
dengan keyakinan: engkau harus hancur!
di dalam keyakinan kami
di mana pun – tiran harus tumbang!
Solo, 87-88
--------------------------------------------
4. PUISI SIKAP
Karya Wiji Thukul
maumu mulutmu bicara terus
tapi tuli telingamu tak mau mendengar
maumu aku ini jadi pendengar terus
bisu
kamu memang punya tank
tapi salah besar kamu
kalau karena itu
aku lantas manut
andai benar
ada kehidupan lagi nanti
setelah kehidupan ini
maka aku kuceritakan kepada semua makhluk
bahwa sepanjang umurku dulu
telah kuletakkan rasa takut itu di tumitku
dan kuhabiskan hidupku
untuk menentangmu
hei penguasa zalim
24 januari 97
--------------------------------------------
5. GENTONG KOSONG
Karya Wiji Thukul
parit susut
tanah kerontang
langit mengkilau perak
matahari menggosongkan pipi
gentong kosong
beras segelas cuma
masak apa kita hari ini
pakis-pakis hijau
bawang putih dan garam
kepadamu kami berterima kasih
atas jawabanmu
pada sang lapar hari ini
gentong kosong
airmu kering
ciduk jatuh bergelontang
minum apa hari ini
sungai-sungai pinggir hutan
yang menolong di panas terik
dan kalian pucuk-pucuk muda daun pohon karet
yang mendidih bersama ikan teri di panci
jadilah tenaga hidup kami hari ini
dengan iris-irisan ubi keladi
yang digoreng dengan minyak
persediaan terakhir kami
gentong kosong
botol kosong
marilah menyanyi
merayakan hidup ini
6 Januari 97
--------------------------------------------
6. NONTON HARGA
Karya Wiji Thukul
ayo
keluar kita keliling kota
tak perlu ongkos tak perlu biaya
masuk toko perbelanjaan tingkat lima
tak beli tak apa
lihat-lihat saja
kalau pengin durian
apel pisang rambutan atau anggur
ayo
kita bisa mencium baunya
mengumbar hidung cuma-cuma
tak perlu ongkos tak perlu biaya
di kota kita
buah macam apa
asal mana saja
ada
kalau pengin lihat orang cantik
di kota kita banyak gedung bioskop
kita bisa nonton posternya
atau ke diskotik
di depan pintu
kau boleh mengumbar telinga cuma-cuma
mendengarkan detak musik
denting botol
lengking dan tawa
bisa juga kaunikmati
aroma minyak wangi luar negeri
cuma-cuma
aromanya saja
ayo
kita keliling kota
hari ini ada peresmian hotel baru
berbintang lima
dibuka pejabat tinggi
dihadiri artis-artis ternama dari ibukota
lihat
mobil para tamu berderet-deret
satu kilometer panjangnya
kota kita memang makin megah dan kaya
tapi hari sudah malam
ayo kita pulang
ke rumah kontrakan
sebelum kehabisan kendaraan
ayo kita pulang
ke rumah kontrakan
tidur berderet-deret
seperti ikan tangkapan
siap dijual di pelelangan
besok pagi
kita ke pabrik
kembali kerja
sarapan nasi bungkus
ngutang
seperti biasa
18 Nopember 96
--------------------------------------------
7. BAJU LOAK SOBEK PUNDAKNYA
Karya Wiji Thukul
siang tadi aku beli baju
harganya murah
harganya murah bojoku
di pedagang loak
di pedagang loak bojoku
pundaknya sedikit sobek
sedikit sobek bojoku
bisa dijahit tapi
nanti akan kubeli benang
akan kubeli jarum
untuk menjahit bajumu bojoku
untukmu bojoku
baju itu untukmu
tadi siang kucuci baju itu
kucuci bojoku
tapi aku bimbang
aku bimbang bojoku
kutitip ke kawan
atau kubawa sendiri
nanti kalau aku pulang
kalau aku pulang bojoku
karena sekarang aku buron
diburu penguasa
karena aku berorganisasi
karena aku berorganisasi bojoku
baju itu dilipat bojoku
di bawah bantal
tak ada setrika bojoku
tak ada setrika
agar tak lusuh
agar tak lusuh
karena baju ini untukmu bojoku
22 Januari 96
--------------------------------------------
8. SAJAK SURAM
Karya Wiji Thukul
kucing hitam jalan pelan
meloncat turun dari atap
tiga orang muncul dalam gelap
sembunyi menggenggam besi
kucing hitam jalan pelan-pelan
diikuti bayang-bayang
ketika sampai di mulut gang
tiga orang menggeram
melepaskan pukulan
bulan disaput awan meremang
saksikan perayaan kemiskinan
daging kucing pindah
ke perut orang!
--------------------------------------------
9. CATATAN
Karya Wiji Thukul
gerimis menderas tengah malam ini
dingin dari telapak kaki hingga ke sendi-sendi
dalam sunyi hati menggigit lagi
ingat
saat pergi
dan pipi kiri kananmu
kucium
tak sempat mencium anak-anak
khawatir
membangunkan tidurnya (terlalu nyenyak)
bertanya apa mereka saat terjaga
aku tak ada (seminggu sesudah itu
sebulan sesudah itu
dan ternyata lebih panjang dari yang kalian harapkan!)
dada mengepal perasaan
waktu itu
cuma terbisik beberapa patah kata
di depan pintu
kaulepas aku
meski matamu tak terima
karena waktu sempit
aku harus gesit
genap ½ tahun aku pergi
aku masih bisa merasakan
bergegasnya pukulan jantung
dan langkahku
karena penguasa fasis
yang gelap mata
aku pasti pulang
mungkin tengah malam dini
mungkin subuh hari
pasti
dan mungkin
tapi jangan
kau tunggu
aku pasti pulang dan pasti pergi lagi
karena hak
telah dikoyak-koyak
tidak di kampus
tidak di pabrik
tidak di pengadilan
bahkan rumah pun
mereka masuki
muka kita sudah diinjak!
kalau kelak anak-anak bertanya mengapa
dan aku jarang pulang
katakan
ayahmu tak ingin jadi pahlawan
tapi dipaksa menjadi penjahat
oleh penguasa
yang sewenang-wenang
kalau mereka bertanya
“apa yang dicari?”
jawab dan katakan
dia pergi untuk merampok
haknya
yang dirampas dan dicuri
15 januari 97
--------------------------------------------
10. AKU MASIH UTUH DAN KATA-KATA BELUM BINASA
Karya Wiji Thukul
aku bukan artis pembuat berita
tapi aku memang selalu kabar buruk buat
penguasa
puisiku bukan puisi
tapi kata-kata gelap
yang berkeringat dan berdesakan
mencari jalan
ia tak mati-mati
meski bola mataku diganti
ia tak mati-mati
meski bercerai dengan rumah
ditusuk-tusuk sepi
ia tak mati-mati
telah kubayar yang dia minta
umur-tenaga-luka
kata-kata itu selalu menagih
padaku ia selalu berkata
kau masih hidup
aku memang masih utuh
dan kata-kata belum binasa
18 juni 97
--------------------------------------------
*) Wiji Thukul
Wiji Thukul lahir 26 Agustus 1963 di kampung Sorogenen, Solo, yang mayoritas penduduknya tukang becak dan buruh. Dia sendiri datang dari keluarga tukang becak. Anak tertua dari tiga bersaudara, berhasil menamatkan SMP (1979) dan masuk SMKI (Sekolah Menengah Karawitan Indonesia) jurusan tari, tapi tidak tamat alias DO (1982).
Selanjutnya ia berjualan koran, kemudian oleh tetangganya diajak bekerja di sebuah perusahaan meubel antik menjadi tukang pelitur. Di sinilah Wiji yang dikenal pelo (cadel) sering mendeklamasikan puisinya buat teman-teman sekerjanya. Menulis puisi mulai sejak di bangku SD, dunia teater dimasuki ketika SMP. Lewat seorang teman sekolah dia ikut sebuah kelompok teater JAGAT (singkatan Jagalan Tengah). Bersama rekan-rekannya di teater inilah ia keluar masuk kampung ngamen puisi diiringi instrumen musik: rebana, gong, suling, kentongan, gitar, dll. Tidak hanya di wilayah solo, tapi juga sampai ke Yogya, Klaten, Surabaya, Bandung, Jakarta. Juga pernah ke Korea dan kota-kota besar Australia. Tidak hanya di kampung-kampung, juga masuk kampus, selain warung dan restoran.
Dalam sebuah wawancara dikatakan bahwa awalnya ia dianggap gila. Akhirnya menurut Wiji, sebelum ngamen puisi, dia ngamen musik (nyanyi) terlebih dahulu. Setelah empunya rumah siap, baru dia ngamen puisi. Tahun 1988 pernah menjadi wartawan MASA KINI meski cuma tiga bulan. Untuk menyambung hidup, di samping membantu isteri membuka usaha jahitan pakaian, Wiji Thukul juga menerima pesanan sablonan kaos, tas, dll. Saat mengontrak rumah di kampung Kalangan, Solo, ia menyelenggarakan kegiatan teater dan melukis untuk anak-anak. Tahun 1992, sebagai penduduk Jagalan-Purungsawit ikut memprotes pencemaran lingkungan oleh sebuah pabrik tekstil.
Wiji Thukul menerima WERTHEIM ENCOURAGE AWARD di negeri Belanda. Bersama Rendra ia adalah penerima award pertama sejak yayasan itu didirikan untuk menghormati sosiolog dan ilmuwan Belanda W.F. Wertheim. Semenjak serangan atas markas besar PDI-P Megawati Soekarnoputi pada (27) Juli 1996, Wiji merupakan salah seorang dari sejumlah buruh yang menentang melawan rezim Suharto (1966-98). Ia kemudian mendadak “hilang”, dan tak dapat ditemukan lagi. Sajak Wiji dikumpulkan dan diterbitkan saat dia diperkirakan sudah meninggal, oleh sebuah penerbit kecil yang cukup mencuat, Indonesia Tera, pada Juni 2000 dengan judul "Aku Ingin jadi Peluru".
-----------------------------------------
0 Komentar