Pernah seorang ibu, istri pejabat tinggi, akan ke Tokyo untuk menghadiri Konperensi Perdamaian dan Anti Atom minta pada saya menyampaikan kepada Bung Karno secara pribadi, apakah barangkali bisa membantunya menambah uang saku sekedarnya. Saya tahu beliau bersimpati padanya.

Dalam kamar tidurnya Bung Karno berkata tanpa menoleh pada saya: "Cari saja uang yang ada di kantong kantong jas atau pantalonku."

Saya merogo-rogo semua kantong jas, pantalon yang bergelantungan tak teratur di sebuah rak pakaian. Masya Allah, yang dapat saya temukan cuma beberapa US Dollar di kantong sini, beberapa ratus yen di kantong lain, beberapa puluh lira di kantong sana. Jelas Presiden tidak tahu berapa uang ia simpan, yang kira-kira hanya bernilai kurang dari USS 1.000,- Atas pertanyaan saya berapa beliau ingin berikan, jawabnya: "Bepaal maar zelf hoeveel je wil geven ... (Tentukan sendiri berapa kamu mau kasih).”

Waktu bersama Presiden, Bung Adam Malik, dan Bu Dewi, dalam lift sebuah hotel di Tokyo, mendadak beliau menggerayangi kantong Adam Malik dan sambil bercanda berkata: "Wah kantongmu begini tebal. Kasih saya buat nanti malam. Aku sekarang betul-betul butuh."

Bung Adam tertawa mengeluarkan beberapa lembar dari kantongnya dan memasukkannya ke kantong Presiden. Itulah Bung Karno, Presiden yang barangkali kurang mengerti, kurang menyadari arti uang. Tidak mengherankan bila beliau tak punya satu PT pun, pabrik, atau perusahaan apa pun di samping jabatannya sebagai Presiden RI.

Bagaimana pun ada baiknya kiranya diceritakan sekedar yang saya sendiri pernah alami dalam waktu lebih kurang tiga tahun boleh berada tak terlalu jauh dari Bung Karno: Di seluruh dunia diketahui, Bung Karno seorang yang suka berpakaian rapi apabila muncul di depan umum padahal selama kofe urtje (minum kopi bareng) selalu berkaos oblong yang malahan boleh dikata sudah lusuh sedang pantalonnya penuh tisikan, sampai-sampai kami menegurnya: "Wah, ya sedikit keterlaluan kalau Presiden RI tidak mau ganti baju oblongnya dengan yang lebih baru. Juga pantalonnya yang asli warnanya sudah yang asli warnanya sudah pudar begitu .."

Dengan tertawa Bung Karno menjawab: "Lho kalau mau kasih kaos baru nanti juga kupakai. Tetapi kalau pantalon baru biasanya panas, gatal. Sedang ini, ya, halus dan sejuk."

Dalam Istana Presiden tentunya tak terdapat cuma dua atau tiga helai baju oblong. Mungkin puluhan seperti juga entah berapa banyak vulpen tersemat pada jas-jasnya yang bergelantungan berantakan.

Sayang beliau sendiri tak tahu apa yang dipunyainya. Beliau acuh tak acuh saja terhadap materi. Pasti sebagai kepala negara telah diperoleh pemberian hadiah, souvenir dari puluhan, ratusan orang, mulai dari Sri Paus, Raja, Ketua CC Partai Komunis Sovyet, RRT, sampai dari pabrik kosmetika Perancis atau ormas dan orpol Indonesia, perorangan yang mengaguminya, yang beliau sendiri tak tahu lagi disimpan di mana dan oleh siapa. Itulah Bung Karno sejauh saya ketahui.

***

Memoar Oei Tjoe Tat (Pembantu Presiden Soekarno, Hasta Mitra, hal. 196-198)